JAKARTA – Siapa yang tidak mau hadir di Festival Lembah Baliem (FLB) 2019. Event ini sungguh spesial. Khususnya buat fotografer. FLB adalah impian para fotografer. Baik lokal maupun internasional. Sebab, festival yang tahun ini dilaksanakan pada 7-10 Agustus ini menyajikan hal yang extraordinary.
Parade simulasi perang suku yang luar biasa lengkap dengan pemicunya. Tampilannya pun megah melibatkan seluruh suku yang ada di Wamena. Dari mulai suku Dani, Yali, dan Lani.
“Ini menjadi sebuah tampilan yang dinanti para fotografer. Saat mereka mengirim prajurit terbaiknya ke arena perang mengenakan tanda-tanda kebesaran terbaik mereka tentu menjadi angel yang menarik di kamera,” kata Staf Khusus Menpar Bidang Media dan Komunikasi Kemenpar Don Kardono, Rabu (31/7).
Buat Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani, mengatakan Lembah Baliem menjadi bukti kekayaan budaya Indonesia.
“Indonesia sangat kaya akan budaya. Dan tersebar dari Sabang hingga Merauke. Dan salah satu budaya yang terjaga dengan sangat baik adalah Lembah Baliem. Daya tariknya luar biasa. Wisatawan mancanegara selalu ramai,” ujar Rizki.
Ratusan prajurit ini tampil tidak setengah-setengah. Mereka tampil lengkap dengan senjata, pakaian tradisional dan lukisan di wajah mereka. Senjata yang digunakan adalah tombak panjang berukuran 4.5 meter, busur, dan anak panah.
Pesta Babi yang dimasak di bawah tanah disertai musik dan tari tradisional khas Papua menambah kemeriahan festival ini. Mereka juga memamerkan dan menjual bentuk seni dan kerajinan buatan tangan.
“Yang perlu Anda lakukan selama festival hanya mengamati dan menikmatinya sambil memotret. Semakin lama festival ini berlangsung maka suasana semakin seru. Semakin banyak tombak yang meleset maka semakin keras sorakan dari ratusan penonton. Budaya ini masih terjaga dengan baik di festival ini,” kata kata Tenaga Ahli Menteri Pariwisata Bidang Management CoE Esthy Reko Astuti.
Salah satu bukti kuatnya budaya yang masih dipegang teguh adalah soal pakaian yang masih digunakan hingga saat ini. Para pria menggunakan koteka yang terbuat dari kulit labu air yang dikeringkan. Mereka juga menggunaka penutup kepala yang terbuat dari bulu cendrawasih atau kasuari.
Dalam festival ini wisatawan bisa mengamati bahwa setiap suku memiliki identitasnya masing-masing dan terlihat dari kostum dan koteka mereka. Pria suku Dani biasanya hanya memakai koteka kecil, sedangkan pria suku Lani mengenakan koteka lebih besar. karena tubuh mereka lebih besar dari pada rata-rata pria suku Dani. Lain halnya pria suku Yali yang memakai koteka panjang dan ramping yang diikatkan oleh sabuk rotan dan diikat di pinggang.
Begitu juga para wanitanya. Mereka hanya mengenakan rok yang terbuat dari rumput atau serat pakis yang disebut Sali. Saat membawa babi atau hasil panen ubi, para wanita ini membawanya dengan tas tali atau noken yang diikatkan pada kepala mereka.
“Dengan menghadiri Festival Lembah Baliem maka Anda akan merasakan kesempatan langka untuk mengenal dan belajar langsung beragam tradisi suku-suku setempat. Bonusnya keindahan alam Pegunungan Jayawijaya yang eksotis,” Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenpar Muh. Ricky Fauziyani.
Bagi Menteri Pariwisata Arief Yahya FLB menjadi bukti betapa budaya memiliki nilai tinggi dalam menjaring wisatawan. Makanya dirinya begitu mendorong daerah untuk mengangkat budayanya. Berulang kali dirinya mengatakan jika budaya itu samakin dilestarikan semakin mensejahterakan. Karena memang itulah daya tarik wisata yang Indonesia miliki selain kekuatan alamnya.
“Modal setiap daerah itu sudah kuat, saya sudah tidak ragu untuk itu. Sekarang tinggal bagai mana komitmen dari daerah itu sendiri untuk menggelar atraksi berkelas seperti FLB. Ini festival yang sangat konsisten. Festival ini sudah 30 tahun digelar. Waktunya pun tak pernah berubah, selalu di bulan Agustus. Jadi wisatawan bisa menjadwalkan waktunya berkunjung ke festival ini,” papar Menteri asal Banyuwangi itu. (*)