BANDAR LAMPUNG – Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Lampung sukses melakukan panen cabe merah keriting dan cabe rawit caplak di lahan praktik. Keberhasilan ini tidak terlepas dari penerapan teknologi budidaya yang dilakukan.
Jenis cabe yang ditanam adalah Cabe merah keriting varietas AKAR dan cabe rawit lokal unggul ORI 212. Kedua varietas cabe ini sangat cocok untuk di dataran rendah dan tahan terhadap serangan hama penyakit.
Tanaman cabe merah keriting dan cabe rawit caplak ini ditanam pada akhir Maret 2021 di lahan praktik BPP Lampung seluas 2.400 meter persegi.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, penerapan teknologi yang didukung dengan inovasi sangat dibutuhkan di pertanian.
“Kita ingin pertanian Indonesia maju, mandiri, dan modern. Hal itu bisa terwujud jika kita melakukan inovasi dan menerapkan teknologi yang tepat,” katanya.
Sementara Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, menjelaskan penerapan teknologi membutuhkan SDM yang berkualitas.
“Teknologi akan semakin tepat guna dan maksimal jika didukung oleh SDM-SDM berkualitas. Itulah pentingnya meningkatkan kemampuan dan pengetahuan SDM pertanian,” katanya.
Teknologi budidaya yang diterapkan BPP Lampung di lahan praktik adalah teknik pruning atau teknik wiwilan. Yaitu, pemangkasan tunas-tunas daun maupun batang dan hanya menyisakan 2 cabang utama yang membentuk huruf Y.
Tanaman cabe yang dibudidayakan di BPP Lampung ditanam di atas bedengan yang tertutup mulsa plastik dengan jarak tanam 60 x 60 cm dan menggunakan sistem irigasi tetes (drip irrigation system). Kajian budidaya tanaman ini juga menekan penggunaan pestisida kimia.
Untuk menekan serangan hama penyakit, BPP Lampung menggunakan prinsip Pengendalian Hama Terpadu. Pertama menggunakan varietas yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Apabila terdapat serangan hama, BPP mengendalikannya dengan menggunakan perangkap atraktan metyl eugenol.
Selain itu, budidaya cabe kali ini menggunakan tanaman jagung sebagai tanaman barier. Tanaman barier adalah tanaman sekunder atau tanaman pembatas atau penghalang sebagai pelindung tanaman primer. Sedangkan untuk pupuk, BPP Lampung menggunakan pupuk organik cair yang berasal dari urine sapi, air kelapa dan air cucian beras.
Cabe yang dipanen dua kali dalam seminggu ini, setelah dilaksanakan pengkajian, dapat disimpulkan bahwa tanaman cabe yang diberikan perlaku pruning memiliki hasil panen yang lebih tinggi daripada yang tidak diberi perlakuan pruning.
Setelah beberapa saat ikut menimbang hasil panen, Kepala BPP Lampung, Abdul Roni Angkat, memamerkan cabe merah keriting segar dan cabe rawit caplak dengan penuh kebanggaan.
“Cabai sebagai salah satu komoditas sembilan bahan pangan utama harus terus dijaga ketersediaannya. Ketersedian cabe merupakan salah satu upaya dalam rangka ketahanan pangan nasional,” ungkap beliau.
Panen cabe yang kedelapan ini mampu menghasilkan produksi mencapai 50-70 kg cabe rawit, dan 20 – 25 kg cabe merah keriting per sekali panen.
“Balai Pelatihan Pertanian Lampung terus berusaha mengembangkan metodologi pelatihan budidaya cabai melalui kaji widya di lapangan praktek Balai untuk didesiminasikan melalui proses pelatihan kepada penyuluh pertanian dan petani,” Abdul Roni menegaskan.
Panen di lahan praktik pada masa pandemik ini juga merupakan hasil pengkajian widyaiswara Balai Pelatihan Pertanian Lampung. Hasil pengkajian inilah yang nantinya akan dijadikan materi pelatihan yang akan disampaikan kepada petani dan penyuluh. (Sft)