JAKARTA – Program Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) yang dilaksanakan Kementerian Pertanian (Kementan) merupakan faktor penting dalam proses usaha tani yang memiliki dampak langsung terhadap peningkatan luas areal tanam. Di Kabupaten Bandung, akan dilaksanakan RJIT seluas 1200 hektare (ha).
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy menjelaskan, pengelolaan air irigasi dari hulu (upstream) sampai dengan hilir (downstream) memerlukan sarana dan prasarana irigasi yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa bendungan, bendung, saluran primer, saluran sekunder, boks bagi, dan saluran tersier serta saluran tingkat usaha tani.
“Tidak berfungsinya atau rusaknya salah satu bangunan irigasi akan mempengaruhi kinerja sistem irigasi yang ada. Sehingga mengakibatkan efisiensi dan efektifitas irigasi menurun,” ujar Sarwo Edhy, Sabtu (28/3).
Seperti yang dilakukan di Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, meski dalam situasi merebaknya wabah akibat Covid 19, namun para petani tetap melaksanakan program yang telah dialokasikan Kementan pada tahun 2020 ini. Di sini sedang dilakukan kegiatan Rehabilitasi Jaringan Irigasi sepanjang 100 meter untuk areal seluas 55 ha. Kegiatan ini dikerjakan oleh kelompok tani Sugih Mukti.
Sementara di Desa Cimaung, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung sedang dikerjakan untuk luasan oncoran air seluas 45 ha lebih. Proyek ini dikerjakan Poktan Tani Muda.
“Kegiatan RJIT di Kabupaten Bandung keseluruhan alokasinya 1.200 ha. Semua akan dikerjakan di tahun ini. Total alokasi kegiatan RJIT 2020 seluruh Indonesia seluas 135.861 ha,” kata Sarwo Edhy.
Kegiatan RJIT ini diarahkan pada jaringan irigasi tersier yang mengalami kerusakan yang terhubung dengan jaringan utama (primer dan sekunder) yang kondisinya baik dan/atau sudah direhabilitasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, atau Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota Urusan Pengairan sesuai kewenangannya.
“RJIT juga untuk Jaringan irigasi desa. Atau daerah yang memerlukan peningkatan fungsi jaringan irigasi untuk mengembalikan/meningkatkan fungsi dan layanan irigasi,” jelasnya.
Untuk kriteria lokasi, kegiatan RJIT dilaksanakan pada jaringan tersier di daerah irigasi sesuai kewenangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota, dan irigasi pada tingkat desa yang memerlukan rehabilitasi atau peningkatan.
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kriteria lokasi. Di antaranya lokasi diutamakan pada jaringan irigasi yang tersiernya mengalami kerusakan dan/atau memerlukan peningkatan, jaringan irigasi primer dan sekunder dalam kondisi baik dengan sumber air yang tersedia dan dibuktikan dengan Surat Keterangan dari Dinas/Balai lingkup pengairan, tersedianya sumber air apabila berada pada jaringan irigasi desa, dan lokasi dilengkapi dengan koordinat (LU/LS – BT/BB).
“RJIT sesuai dengan kebutuhan petani. Sebagian besar dananya disalurkan melalui sistem swakelola petani. Dengan swakelola oleh petani, jaringan irigasi tersier yang direhabilitasi umumnya akan lebih bagus dan petani merasa lebih memiliki. Kita membangun secara bertahap berdasarkan kebutuhan masyarakat petani,” pungkas Sarwo Edhy.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, Program RJIT yang saat ini sedang gencar dilakukan oleh pemerintah sangat dirasakan oleh para petani. Efek yang langsung dirasakan petani adalah adanya penambahan indeks tanam yang tadinya hanya bisa sekali setahun, menjadi dua kali atau lebih.
“Dengan adanya program rehabilitasi jaringan irigasi, maka ada peningkatan pada indeks tanam petani. Jika sebelumnya hanya sekali setahun, menjadi dua kali,” kata Mentan SYL.
Di waktu jeda, petani tetap memanfaatkan air yang ada dengan menanam tanaman lain, seperti palawija atau tanaman hortikultura lain, memanfaatkan lahan kosong dan ketersediaan air irigasi.
“Jaringan irigasi juga menambah luas layanan sawah yang terairi. Dengan volume yang sama, air yang dialirkan dapat mengairi sawah lebih luas, karena air tersebut terdistribusi secara efisien,” tuturnya.(*)