JAKARTA – Kemenpar terus melakukan penguatan Desa Wisata. Sasarannya Desa Wisata Pasireurih, Kabupaten Bogor. Sinergi ini diharapkan semakin mengoptimalkan beragam potensi yang dimilikinya. Meski, dalam perjalanannya membutuhkan komitmen dari seluruh stakeholder.
Desa Wisata menjadi suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung. Semua disajikan dalam struktur kehidupan masyarakat. Menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Kasubbid Kemitraan Usaha Masyarakat Kemenpar Rulyta M Rachmaesa mengaku terkesan dengan karakteristik masyarakat Desa Wisata Pasireurih yang merupakan pengrajin sepatu.
“Desa Wisata Pasireurih terus tumbuh. Saat ini jumlahnya sekitar 10-15 homestay. Artinya, bisa lebih banyak menerima wisatawan dan memberi manfaat lebih secara ekonomi. Meski demikian, pengelola homestay harus fokus pada standard-nya. Diperlukan sinergi dari berbagai stakeholder termasuk Pemdes Pasireurih,” kata Rulyta.
Memiliki pertumbuhan homestay kompetitif, apresiasi pun diberikan Dosen Akademi Pariwisata Bunda Mulia Rianto. Sebagai Anggota Dewan Penasehat Asosiasi Desa Wisata Kabupatan Bogor, Rianto juga puas dengan karakter masyarakatnya. “Masyarakat di sini ramah. Kawasan ini sudah sepenuhnya jadi Desa Wisata. Mereka memiliki komitmen kuat. Homestay-nya juga berkembang pesat,” tegasnya.
Menjadi piranti penting pendukung desa wisata, homestay menawarkan experience budaya lebih pada wisatawan. Mereka bisa membaur dan melakukan beragam aktivitas budaya bersama masyarakat lokal.
Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kemenpar Ni Wayan Giri Adnyani lalu mengungkapkan, penguatan standard homestay terus diintensifkan.
“Posisi homestay sangat penting dalam mata rantai bisnis pariwisata. Karakteristiknya memang unik dan memiliki daya tarik tersendiri. Untuk menguatkan posisinya, ada beragam cara dilakukan termasuk menaikan standard kualitasnya. Harapannya, daya tawar homestay naik dan menjadi pilihan utama para wisatawan,” ungkap Giri.
Penguatan pemahaman konsep homestay dimulai melalui kelengkapan fisik. Seperti homestay wajib dialiri listrik. Ada juga fasilitas kamar tidur lengkap dengan tempat tidur, kasur dengan sprei dan selimut bersih, bantal, meja, cermin, juga lainnya.
Homestay juga wajib menyediakan toliet bersih dengan pintu, penerangan, sirkulasi udara, dan gantungan bajunya.
Homestay juga harus memiliki fasilitas ruang tamu dan kebersihan. Kebersihan di sini meliputi fasilitas tempat sampah, alas kaki, keset, dan lingkungan sekitar. Homestay juga idealnya indah dengan tanaman hias. Lebih penting lagi adalah keramahtamahan pemilik homestay kepada wisatawan.
Giri menambahkan, homestay juga harus didukung dengan sistem manajemen sehat.
“Homestay harus didukung SDM dan manajerial bagus. Selain cakap dalam mengelola homestay, di sini juga harus didukung dengan manajemen berbasic data. Artinya, database wisatawan harus lengkap juga beragam saran masukannya. Manajemen juga secara rutin melakukan inventarisasi aset homestay. Dan, saat ada pelatihan harus ikut,” lanjutnya.
Idealnya, homestay selalu terkoneksi dengan atraksi berbasis desa dan masyarakat. Bisa menampilkan budaya dan warisan lokal. Di sini masyarakat harus mempertahankan keaslian budayanya, selain mengembangkan craft. Memberi nilai plus, homestay juga harus berkolaborasi dengan desa lain untuk menambah sebaran experience.
“Fungsi homestay memang berkembang. Homestay harus memiliki aktivitas dan ini menjadi kebutuhan dasar. Hal ini bisa disinergikan dengan komunitas atau desa lain. Dengan beragam keunikan aktivitas yang ditawarkan, daya tawar homestay akan naik. Wisatawan terkesan,” kata Giri.
Selain fisiknya, peningkatan aspek lain juga menyasar hygiene dan sanitasinya. Konsepnya melibatkan pengedalian terpadu pengolahan pangannya. Mulai dari produksi, pengolahan, penyimpanan, hingga distribusi dan penyajiannya. Adapun untuk sanitasi fokusnya dari lingkungan keluarga, penanganan limbahnya, hingga fasilitas umum.
“Pemahaman pengelolaan homestay secara menyeluruh harus dilakukan. Tujuannya agar para pengelola homestay bisa memahaminya. Bagaimanapun, layanan terbaik haus diberikan kepada wisatawan. Selain fisik, konsep hygiene dan sanitasi menjadi penting. Itu mata rantai yang berkaitan,” jelas Kabid Manajemen Industri-Asdep Industri dan Regulasi Pariwisata Kemenpar Wisnu Sriwijaya Recodimus.
Untuk pembersihan dan sanitasi, ada beberapa metode yang digunakan. Untuk peralatan besar, ini bisa dilakukan dengan penghilangan kotoran. Berikutnya, diberi senyawa pembersih pada suhu 54-71 derajat celcius yang diikuti pembilasan. Pembilasan dilakukan dengan air panas bersuhu 82 derajat celcius dan dilakukan pengeringan.
Pada peralatan yang lebih kecil, bisa dilakukan secara manual. Tapi harus diingat, konsentrasi larutan pembersih tidak membuat iritasi tangan atau kulit pekerja. Peralatan itu lalu direndam di suhu 52 derajat celcius selama 12-30 menit. Lalu, dilakukan penyikatan dan pmbersihan. Wisnu menuturkan, kebersihan peralatan akan menunjang kenyamanan dan kepercayaan wisatawan.
“Yang utama, semua peralatan harus bersih. Kenyamanan dan kepercayaan wisatawan harus dijaga. Hal ini juga berlaku bagi SDM-nya. Pekerja sebelum melakukan beragam aktivitas menyangkut homestay baiknya mencuci tangan hingga bersih terlebih dahulu. Pokoknya perinsip hygiene harus diterapkan menyeluruh,” papar Wisnu lagi.
Upaya peningkatan standard kualitas homestay pun didukung Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya.
“Peningkatan kualitas dari homestay bisa dimulai dari hal sederhana. Meski begitu, impact positifnya akan luas. Pemahaman akan ini harus dimiliki pengelola homestay. Kalau dari hulu hingga hilir bagus, kepercayaan pasar akan naik. Artinya, aliran wisatawan besar dan itu bagus untuk bisnis,” tutup Arief yang juga Menpar Terbaik ASEAN. (*)