BANDUNG BARAT – Direktorat Wisata Alam, Budaya dan Buatan Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Events) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tengah menyusun pedoman pola perjalanan wisata alam, budaya dan buatan. Penyusunan itu dilakukan melalui Fokus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan di Mason Pine Hotel, Kota Baru Parahyangan, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu 4 Juli 2020.
Direktur Wisata Alam, Budaya dan Buatan Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Events) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Alexander Reyaan menjelaskan, penyusunan pedoman pola perjalanan ini merupakan konektivitas dari daya tarik pariwisata yang dihubungkan satu dengan lainnya. “Untuk menghubungkannya perlu kecermatan. Dalam hal ini, aksesibilitas adalah hal yang utama,” terang Alex, sapaan akrab Alexander Reyaan saat membuka pertemuan tersebut.
Nantinya, Alex melanjutkan, pedoman pola perjalanan wisata ini akan dijadikan pedoman pagi penyelenggara jasa wisata dalam membuat paket-paket destinasi wisata di Indonesia. “Nantinya pedoman pola perjalanan ini akan dijadikan dasar bagi tour operator, travel agent dan online travel agent dalam menyusun paket wisata. Buku panduan ini sebagai pedomannya,” ujarnya.
Berkaitan dengan penyusunan pedoman pola perjalanan, Alex juga menyebut jika pihaknya sedang mempersiapkan story telling sebagai pendukungnya. “Tentu saja semua ini akan melengkapi kepariwisataan kita. Tahun ini kami sedang mengusulkan 12 topik pola perjalanan. Kami harapkan pedoman ini bisa selesai lebih awal agar 12 topik yang kami usulkan bisa menyesuaikan,” harap Alex.
Adapun 12 topik yang dimaksudnya yakni Indonesia Coffee Trail, Journey for Healthy Life, Legendary Cuisine of Indonesia, Journey of Toba Caldera, Indonesia National Parks Discovery, Overland Wonderful Flores, Borneo Adventure, The Classical Indonesia Batik Route, Trail of Java Civilization, Bird of Paradise, Thrilling Adventure in Nusa Tenggara dan Wallace Line Expedition Route.
Akademisi dari Pusat Perencanaan dan Pengembangan Kepariwisataan Institut Teknologi Bandung (P2PAR ITB), Yani Andriani menjelaskan perbedaan pola perjalanan wisata dengan jalur wisata. Menurutnya, pola perjalanan wisata merekam karakteristik perjalanan yang dilakukan dari dan ke destinasi pariwisata, termasuk pengalaman berwisata yang didapat selama perjalanan.
“Sementara jalur wisata adalah suatu jalur yang mengaitkan daya tarik dan sumber daya wisata, serta komponen pendukungnya untuk membangun tema tertentu dalam mewujudkan keterpaduan pembangunan destinasi pariwisata berdaya saing,” jelas dia.
Berangkat dari definisi tersebut, pola perjalanan wisata intinya adalah memetakan karakteristik perjalanan wisatawan. Sementara jalur wisata lebih berbasis kepada produk.
Pariwisata Indonesia pernah memiliki pola perjalanan wisata. Sebut saja misalnya jalur Cheng Ho yang dibuat antara tahun 2015-2016. Ada pula jalur geowisata Lombok.
“Pada jalur wisata, selain cerita yang kita bangun, kita harus siapkan fasilitas infrastrukturnya. Juga membangun suasana sesuai tema di sepanjang jalur melalui informasi tertulis, infrastruktur, fasilitas dan SDM. Tujuannya agar turis benar-benar merasakan sesuai paket yang dia beli,” tuturnya.
Sementara pada paket wisata harus memuat program pemanduan wisata yang dilakukan di jalur wisata melalui itinerary seperti rute, jadwal dan kegiatan, serta informasi lisan. “Paket wisata bisa saja melintasi jalur wisata. Tetapi tidak mesti mengikuti sepenuhnya, karena mereka menawarkan paket berdasarkan berbeda-beda sesuai kebutuhan pasar,” ujarnya.(***)