JAKARTA – Pandemi Covid-19 membuat semua pihak selalu mengedepankan optimisme menangkap peluang baru. Staf Ahli Bidang Inovasi dan Kretivitas Kemenparekraf/Baparekraf, Josua Puji Mulia Simanjuntak menuturkan, meski pandemi Covid-19 membuat pertumbuhan ekonomi melambat, namun tetap menyisakan ruang kreativitas.
“Kita harus menyikapinya dengan produktivitas, tidak boleh menyerah. Yang perlu kita ketahui adalah bagaimana kita bisa terus berkreasi, tetapi dengan aman,”kata Josua pada acara “Bincang Daring Adaptasi Desainer Ekonomi Kreatif (Desainer Grafis, Interior, Arsitek)” melalui aplikasi Zoom, Rabu 19 Agustus 2020.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Josua menyebut jika Kemenparekraf/Baparekraf telah merilis panduan kebersihan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan lestari bagi pelaku usaha kreatif. “Ini dikeluarkan untuk 17 sub-sektor ekonomi kreatif. Dinamika usaha pada sektor ini memang berbeda-beda. Ada panduan umum, ada panduan khusus untuk sub-sektor yang memerlukan panduan spesifik tersebut,” papar dia.
Menurutnya, panduan tersebut dibuat agar kreativitas dan produtivitas para pelaku usaha ekonomi kreatif di Indonesia tetap dapat berperan memberikan kontribusi positif bagi bangsa. “Kita berharap pandemi ini segera berakhir, usaha kita tetap berjalan dan terus maju. Usaha kita tidak akan berhenti karena pandemi ini. Kita harus beradaptasi. Jangan sampai pandemi ini membuat kita lemah. Sebaliknya, kita harus semakin kuat dan menemukan inovasi-inovasi baru. Panduan ini kita berikan semacam pengertian bahwa ini living document. Kita bisa beradaptasi sesuai dinamika pandemi,” tegas dia.
Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kemenparekraf/Baparekraf, Muhammad Niel El Himam menekankan betapa pentingnya adaptasi di tengah masa pandemi Covid-19 ini bagi para pelaku industri ekonomi kreatif. Yang terpenting baginya adalah terciptanya inovasi dan edukasi bagi masyarakat pada situasi saat ini. “Diperlukan inovasi dan pemanfaatan ruang di tengah masa pandemi ini,” katanya.
Di sisi lain, Ketua Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII), Rohadi Sumardi menuturkan sejumlah peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku ekonomi kreatif, dalam hal ini desainer grafis, interior dan arsitek di tengah pandemi Covid-19. “Misalnya untuk industri penerbangan, kita memiliki peluang bagaimana mengurangi antrean dan digital chek-in. untuk perkantoran misalnya bagaimana pengelolaan tamu, pegawai, pengelolaan pekerjaan, itu sejumlah peluang yang bisa ditangkap,” ujarnya.
Ia juga menyontohkan sejumlah peluang bagi profesinya di rumah-rumah sakit untuk mengurangi antrean, pendaftaran digital, pemisahan pasien, pengelolaan ruang periksa, ruang penyakit penular, penghawaan, sirkulasi udara dan lainnya.
Sedangkan untuk hotel ada peluang yang bisa dikerjakan berupa perencanaan ruang lobi hotel dan pengelolaan fasilitas pendukung seperti restoran. “Yang harus dikedepankan juga adalah penggunaan asesoris yang tidak rentan terhadap virus. Itu contoh peluang di tengah pandemi ini. Adaptasi kebiasaan baru ini menjadi penyemangat dan rambu-rambu bagi para desainer,” papar dia.
Senada dengan dia, Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Ketut Rana Wiarcha menilai, adaptasi bukan sesuatu yang baru bagi dunia arsitektur. “Coba kita lihat ke belakang ketika ada tools kecil yang namanya pager. Ketika dia berbunyi, kita akan panik berlari mencari telepon umum terdekat untuk berkomunikasi. Artinya, kita mengalami perubahan perilaku. Kemudian ketika mobile phone keluar dan dalam perjalanan ada smartphone, kebiasaan kita juga berubah. Ruang kerja kita berubah. Kita bisa mengontrol pekerjaan melalui smartphone, tidak lagi berada di meja kantor,” urainya.
Menurutnya, arsitektur tak lepas dari kegiatan dan aktivitas manusia. Artsitektur dan manusia, kata Rana, merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling ketergantungan. “Kita tahu bahwa arsitektur mewadahi aktivias manusia. Ketika aktivitasnya berubah, maka wadahnya juga berubah,” jelas Rana.
“Sejauh ini, dunia arsitektur selalu meng-update diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, tak hanya di tengah pandemi ini saja. Tidak perlu panik dan tidak menganggap enteng, bahwa perubahan itu akan selalu ada. Menghindari sentuhan di tengah pandemi, ini yang harus menjadi hal utama. Dan yang terpenting harus mempertimbangkan kebutuhan umum, universalitas,” tambah dia.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Desainer Grafis Indonesia (ADGI), Diaz Hendrasukma, senada dengan narasumber lainnya. Baginya, pandemi Covid-19 menjadi tantangan baru bagi sektor ekonomi kreatif untuk dapat beradaptasi. Yang terpenting adalah dorongan dari semua pihak bagi industri ini agar mampu terus berkarya demi kepentingan bangsa. “Masa pandemi menjadi tantangan bagi kita. Harus ada support, bantuan moril dan materil di tengah situasi ini. Ini bisa menjadi dorongan dan contoh yang baik bagi industri ekonomi kreatif kita,” demikian Diaz.(*)