JAKARTA – Salah satu ancaman serius buat pertanian adalah terjadinya alih fungsi lahan. Terlebih pada daerah-daerah yang selama ini dikenal sebagai sentra produksi pangan, seperti Jawa Tengah. Untuk itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dengan tegas meminta agar tidak ada lagi alih fungsi lahan.
“Saya minta jangan ada lagi alih fungsi lahan. Karena pertanian ini sangat penting. Kalau alih fungsi lahan terus terjadi, produksi pertanian akan terus berkurang. Jangan sampai anak cucu kita tidak bisa lagi melihat sawah dan aktivitas pertaniannya. Alih fungsi lahan adalah masalah yang sangat serius,” tutur Mentan, Senin (08/04/2020).
Hal senada disampaikan Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy.
“Alih fungsi lahan adalah ancaman serius buat sektor pertanian. Pangan apa yang bisa dihasilkan jika tidak ada lagi lahan pertanian? Masalah ini juga bisa berimbas kemana-mana, termasuk ekonomi petani yang sudah tidak punya lagi lahan untuk digarap. Semua pihak harus mendukung agar alih fungsi lahan tidak terjadi lagi,” tutur Sarwo Edhy.
Kekhawatiran disampaikan mengingat aktivitas alih fungsi lahan terus terjadi di Jawa Tengah, yang selama ini dikenal sebagai salah satu sentra produksi pangan di Tanah Air.
Berdasarkan data Kantor Wilayah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN Jawa Tengah, penyusutan lahan baku sawah di Jawa Tengah dalam periode 2013 hingga 2019 mencapai 54.113 hektare (ha).
Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, Tri Susilardjo, menyebut Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus berusaha mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian.
Salah satunya, dengan mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah agar menyusun Perda RTRW yang memuat Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B).
“Prinsipnya, lahan pertanian ini harus dikendalikan. Untuk menjalankan itu, Pemprov Jateng mendorong Pemda untuk membuat Perda RTRW yang di dalamnya memuat KP2B sebagai payung hukum guna mengendalikan laju alih fungsi lahan,” kata Tri Susilardjo.
Menurutnya, sejumlah daerah di Jawa Tengah sebenarnya telah memiliki Perda RTRW seperti yang dimaksudkannya. Daerah-daerah itu antara lain Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Demak, Batang, Pemalang, dan Brebes.
Selain mendorong payung hukum, Pemprov Jateng juga menerapkan beberapa cara guna mencegah petani agar tidak mudah melepaskan tanahnya, termasuk dengan beberapa insentif.
“Agar petani tidak menjual lahannya, kita berikan semacam bantuan seperti alat dan mesin pertanian, bantuan benih, yang diarahkan kepada petani yang mau mempertahankan lahannya,” jelas Tri Susilardjo.
Pemprov Jateng juga memberikan perlindungan kepada petani melalui asuransi usaha tani padi. Program ini terutama ditujukan kepada para petani gurem/kecil yang luas lahannya di bawah 0,5 hektar.
“Untuk perlindungan petani, kita memfasilitasi asuransi usaha tani padi, dimana semua preminya ditanggung oleh Pemprov. Khususnya petani kecil yang luas lahannya maksimal setengah hektar. Sebab mereka yang paling mudah menjual lahannya,” terangnya.
Pemprov Jateng sendiri telah memiliki instrumen hukum untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian, yakni melalui Perda No. 2 Tahun 2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Provinsi Jawa Tengah.(***)