YOGYAKARTA – Akademi Militer (Akmil) Yogyakarta memiliki peran yang tidak kecil saat perang di Yogyakarta. Peran Akmil Yogyakarta diperkenalkan lewat seminar Mengenang Peran Akmil Yogya dalam Perang Gerilya di Wilayah Yogyakarta 1948-1949 Dalam Rangka Pengembangan Destinasi Desa Wisata Perjuangan Selomartani. Kegiatan ini berlangsung di Hotel Horison Yogyakarta, 21-24 Februari 2020.
Menurut Indroyono Soesilo, mantan Menko Maritim dalam Kabinet Kerja periode 2014-2019, yang juga menjadi moderator kegiatan, seminar mengangkat sisi lain perjuangan kemerdekaan di Yogyakarta.
“Yogyakarta tidak bisa dipisahkan dari sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dan dalam kegiatan ini, kita perkenalkan sisi lain dari perjuangan itu, yaitu peran para tentara muda Akmil,” tutur Indroyono.
Seminar diawali pemaparan mengenai Operation Kraai VS Perintah Siasat No. 1/Th.1948. Pengetahuan peserta seminar dilengkapi dengan materi Asymmetric Warfare in Central Java 1947 – 1949, dan Assesment of Roles of the MA-Yogya Guerrilla Fighters Based on Dutch and Indonesia Document and Archives.
“Seminar ini tambah seru karena ada pemutaran video dan kunjungan. Untuk kunjungan, peserta dibagi 2 kelompok. Grup A ke Akmil Magelang, dan Grup B Kunjungan Keraton DIY – Benteng Vredeburg – Candi Prambanan,” jelasnya.
Indroyono menjelaskan, Akademi Militer Yogya berdiri di Ibukota Pejuangan Yogyakarta, 31 Oktober 1945. Dikenal sebagai Militaire Academie Yogya (MA Yogya). Dan pada 22 Februari 2020, eks kampus yang berada di Wilayah Kota Baru, Yogyakarta, telah resmi memiliki Ruang Memorabilia Akademi Militer Yogya, dan telah menjadi icon wisata baru di Yogyakarta.
“Para Taruna MA Yogya belajar, berlatih dan langsung bertempur. Mereka dikirim ke Front Surabaya pada November 1945 untuk mengawaki meriam-meriam hasil rampasan Jepang. Meriam ini digunakan untuk menggempur kapal-kapal pasukan Sekutu di Pelabuhan Surabaya. Para Taruna juga bertempur di Wilayah Subang, Jawa Barat 1946. Mereka juga ditugasi mengawal Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam Pertemuan Gencatan Senjata dengan Sekutu di Jakarta 1947 dan menumpas Pemberontakan PKI Madiun 1948. Serta menggelar Operasi Gerilya di wilayah Yogyakarta Utara, bergabung dalam Sub-Wehrkreise 104/Wehrkreise III, dibawah Letkol Soeharto, 1948-1949,” terang Indroyono.
Dalam Seminar, diketahui Sejarawan Belanda mencatat terdapat 16 kali pertempuran antara Gerilyawan MA Yogya dengan Belanda pada kurun Desember 1948 -Juni 1949. Termasuk penghancuran jalan dan jembatan guna menahan gerak maju Pasukan Belanda.
Pihak Belanda juga menyatakan bahwa gerilyawan MA Yogya merupakan “Pasukan Khusus”, karena persenjataannya lengkap. Markas mereka di Desa Selomartani, yang lokasinya hanya 7 Km. Dari Candi Prambanan, telah dijadikan destinasi wisata perjuangan, terdapat monumen Pertempuran Plataran, Markas Gerilya, Dapur Umum serta jalur gerilya dengan suasana pedesaan yang indah, dan bisa disusuri dng mengendarai sepeda onthel.
“Pada kurun 1945-1950 ada 42 taruna dan perwira remaja MA Yogya yang gugur di medan laga. Tidak banyak taruna akademi militer di Dunia yang berlatih sekaligus juga bertempur langsung menghadapi musuh,” katanya.
MA Yogya menghasilkan 3 Angkatan dan ditutup pada tahun 1950. Angkatan III menyelesaikan pendidikan di KMA Breda, Belanda pd 1954. Jumlah Alumni 351 orang, beberapa diantaranya: Jenderal Soesilo Soedarman, Jenderal Rudini, Letjen Sayidiman, Letjen Wiyogo, Letjen Himawan Soetanto, Letjen Moedjono, Letjen Seno Hartono, Brigjen Acub Zaenal. Pada 11 November 1957, Presiden Soekarno membuka kembali Akademi Militer di Magelang sebagai Angkatan ke IV, yang sekarang dikenal sebagai Akmil Magelang. Dengan demikian, Akmil Magelang merupakan kelanjutan MA Yogya.
Sementara Direktur Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Event) Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenparekraf Rizki Handayani, seminar menjadi bagian dari kegiatan Peringatan Pertempuran Plataran, Mengenang Jejak Sang Ksatria Muda.
“Kegiatan ini masuk dalam event wisata sejarah. Untuk sejarah, Yogyakarta memang luar biasa. Daerah ini termasuk saksi sejarah kemerdekaan Indonesia. Dan di dalamnya, ada andil prajurit muda yang tergabung dalam Akmil,” tutur Rizki.
Dijelaskannya, Peringatan Pertempuran Plataran memiliki banyak kegiatan. Ada Pembukaan Pasar Rakyat Monumen Plataran, Festival Bregada se-Jateng DIY – Napak Tilas Sejarah Gerilya MA, Malam Tirakatan 71 Tahun Pertempuran Plataran, Ziarah Makam Pejuang – Tabur Bunga, Sosiodrama – Historia 24249, juga Napak Tilas Pertempuran Plataran, dan sejumlah event lainnya.
“Momennya bagus, mengangkat wisata sejarah Yogyakarta, khusus sejarah perjuangan yang mungkin belum banyak diketahui banyak orang. Terutama perjuangan Akmil dalam Perang Plataran,” tutur wanita yang akrab disapa Kiki itu.(***)