Sumpah Palapa dan Pluralisme Ditiupkan Buleleng Festival 2019

1877 0

BULELENG – Persatuan dan pluralisme bertiup dari panggung Buleleng Festival 2019. Representasi dari Indonesia ditampilkan dalam Tari Kolosal Ayuning Bhineka Sakti. Inspirasinya Sumpah Amukti Palapa milik Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit.

Cara menarik mengikat persatuan dan kesatuan bangsa diberikan Buleleng Festival 2019. Jelang HUT RI Ke-74, konsep kebangsaan dimunculkan dalam opening Buleleng Festival pada Selasa (6/8). Lokasinya di Tugu Singa Ambara Raja, Buleleng, Bali. Dengan tema ‘Shining Buleleng’, rangkaian openingnya diawali Parade Seni Baleganjur massal. Pesertanya sekitar 500 penari perkusi tradisional.

Nuansa budaya khas Pulau Dewata makin kental dengan Tari Pradwala Nilayam. Tarian ini dibawakan Padepokan Seni Dwi Mekar. Konsep kesatuan bangsa ditegaskan Tari Kolosal Ayuning Bhineka Sakti. Disajikan secara kolosal, tarian ini bercerita tentang oratorium Sumpah Amukti Palapa Gajah Mada. Jadi Amengkubhumi Panji Majapahit, Gajah Mada bersumpah menyatukan nusantara.

“Ide yang ditampilkan menarik. Seluruh elemen di nusantara harus bersatu. Harapannya itu memajukan pariwisata. Konsep Sumpah Amukti Palapa di dalam Tari Ayuning Bhineka Sakti luar biasa. Indonesia harus terus bersatu dan pluralisme menjadi berkah,” ungkap Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kepariwisataan Kementerian Pariwisata Ni Wayan Giri Adnyani, Selasa (6/8) malam.

Mengacu teks Pararaton, Gajah Mada mengangkat Sumpah Palapa pada 1258 Saka (1336 M). Isinya, ‘Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi Tan Ayun Amuktia Palapa’. Dijelaskan Gajah Mada berucap, ‘Lamun Huwus Kalah Nusantara Isun Amukti Palapa, Lamun Kalah Ring Gurun, Ring Seran, Tanjung Pura, Ring Haru, Ring Pahang, Dompo, Ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Samana Isun Amukti Palapa’.

Teks Jawa Pertengahan tersebut bisa diterjemahkan, ‘Dia Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasanya’. Puasanya baru dilepaskannya, jika berhasil menundukan seluruh nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Gajah Mada juga akan melepaskan puasanya jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Butuni, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik (Singapura).

“Sumpah Palapa sangat menginspirasi. Kebulatan tekad tersebut bisa diadopsi di jaman now ini. Seluruh stakeholder harus berjuang untuk mengoptimalkan pasar pariwisata. Salah satu yang potensial adalah market milenial. Dengan konsep menariknya, Buleleng Festival bisa mengoptimalkan market milenial,” terang Giri Adnyani lagi.

Diikat dalam penyatuan, namun kebhinekaan tetap dikembangkan. Tiap daerah hidup dengan kekhasan budayanya. Warna-warni budaya tersebut menjadi kekayaan pariwisata Indonesia. Simbol pluralisme ini ditampilkan di dalam beragam tarian. Ada Tari Saman (Aceh), Lancang Kuning (Riau), Ondel-Ondel (Betawi), dan Yamko Yambe Yamko (Papua). Opening makin sempurna dengan membludaknya wisman dan wisnus.

“Buleleng Festival memberi pembelajaran luar biasa. Persatuan dan keberagaman harus dirawat terus. Sebab, ada banyak manfaat budaya yang bisa diperoleh. Indonesia akan terus menarik sebagai destinasi wisata. Artinya, ada jaminan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia melalui aktivitas pariwista. Selain budaya, alam nusantara itu eksotis,” kata Ketua Tim Pelaksana CoE Kemenpar Esthy Reko Astuty.

Menegaskan warna eksotisnya, Buleleng Festival memang mengeksplorasi seluruh potensinya. Total ada 52 group budaya asal kabupaten di Bali Utara. Komposisi seni budaya yang ditampilkan, Bondres dan Genjek, Balet Ramayana, Gong Kebyar, juga Tari Janger Menyali. Bupati Buleleng Agus Putu Suradnyana menjelaskan, Buleleng Festival menjadi promosi ideal.

“Buleleng Festival kami ekmas berbeda tahun ini. Kami berharap seluruh pengunjung berkesan. Kami eksplorasi seluruh potensi yang ada di Buleleng. Sebagai destinasi, Buleleng ini sangat lengkap. Melalui event ini, kami tampilkan sebagai branding. Dengan tingginya anemo publik, Buleleng Festival sangat ideal sebagai spot promosi,” jelas Agus.

Semarak dan penuh inspirasi dalam opening, Bulleng Festival 2019 siap dengan konten terbaiknya pada Rabu (7/8). Festival menyajikan tarikan vokal indah dan lirik romantis ala Andji Manji. Konten live music dilengkapi dengan N’Cut Band juga Soul band. Nuansa tradisional dibangun Penampilan Gong Kebyar Anak, Angklung Kebyar, Tabun Kembang Kirang, dan Tarian Multi Etnis Kota Medan

“Bergulirnya Buleleng Festival akan menguatkan pesona kawasan Bali Utara. Arus wisatawan ke sana pasti akan semakin optimal. Artinya, berpengaruh terhadap arus wisatawan di Bali secara menyeluruh. Hal ini akan memberikan impact positif lebih luas,” papar Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani didampingi Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenpar Muh. Ricky Fauziyani.

Pergerakan wisatawan kompetitif di wilayah Buleleng. Sepanjang 2017, pergerakan wisman mencapai 681.966 orang. jumlah tersebut naik 12,3% dari tahun sebelumnya. Bagaimana dengan Bali secara umum? Pergerakan wisman dari Januari-Juni 2019 di Bali berjumlah 2,86 Juta orang. Dalam skala nasional, Bali berkontribusi terbesar 36,48%. Kontribusi ke-2 ditempat Kepulauan Riau dengan 17,95%, lalu slot 14,54% diberikan Jakarta.

“Kami menyambut gembira penyelenggaraan Buleleng Festival 2019. Apalagi, openingnya luar biasa dan bernuansa nasionalisme. Festival ini juga memberi slot bagi daerah lain untuk berpartisipasi. Dengan begitu, daerah lain juga mendapat porsi branding yang bagus. Selamat bergembira di Buleleng Festival,” tutup Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya.(*)

Related Post

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *