ENTIKONG – Selain menggelar sejumlah event seperti Festival Crossborder, ternyata ada cara lain untuk mendatangkan wisatawan crossborder ke Indonesia. Khususnya ke wilayah Kalimantan yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Cara tersebut adalah memanfaatkan ikatan emosional. Sebab, masyarakat Malaysia di perbatasan memiliki budaya dan tradisi yamng hampir sama dengan masyarakat Kalimantan.
Penilai itu disampikan Ketua Tim Percepatan Pengembangan Wisata Sejarah, Religi, Tradisi dan Seni Budaya Kementerian Pariwisata Tendi Nuralam, saat Workshop Night Market Crossborder, di Pontianak, beberapa waktu lalu.
Menurut Tendi, kedekatan emosional itu bukan hanya karena kedekatan unsur budaya dan tradisi. Lebih dari itu, sebagian warga Malaysia di perbatasan juga berasal dari Kalimantan. Hal ini yang menurutnya bisa dimanfaatkan.
“Memainkan ikatan emosional masyarakat adalah hal yang tepat untuk dilakukan. Lakukan pendekatan emosional itu dengan tradisi atau budaya. Ikatan seperti ini, membuat warga perbatasan yang masih satu bdarah atau satu rumpun, akan sulit menolak untuk datang ke Kalimantan,” katanya.
Tendi mencontohkan bagaimana Singkawang mampu menggelar perayaan Imlek dan Cap Go Meh yang sangat akbar. Buat warga Tionghoa yang ada di Malaysia, perayaan ini tidak bisa dilewatkan. Karena mereka memiliki ikatan budaya di dalamnya.
“Perayaan Imlek dan Cap Go nMeh di Singkawang sering disamakan dengan perayaan di Tiongkok. Yang baik dan identik. Buat masyarakat Tionghoa yang ada di Malaysia, tentu perayaan di Singkawang menjadi lebih realistis untuk mereka hadiri daripada ke Tiongkok. Karena mereka pun merayakan itu. Dan ada keterikatan. Apalagi buat warga Malaysia yang memang memiliki akar dari Singkawang. Mereka jelas akan datang,” tutur Tendi.
Dijelaskannya, perbatasan Kalimantan dangat tepat untuk memainkan hal-hal ini. Karena, secara sejarah akar masyarakat perbatasan Malaysia dengan Kalimantan adalah sama.
“Ada momen-momen dimana wisatawan crossborder Malaysia akan kembali ke Kalimantan. Harus ada momen agar mereka kembali ke daerah tempat mereka berasal. Ikatan inilah yang harus dimanfaatkan. Buat kegiatan berdasarkan kebudayaan Melayu, Dayak, Tiongkok, dan budaya-budaya lainnya,” papar Tendi.
Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional II Kementerian Pariwisata Adella Raung, sangat mendukung pemikiran yang disampaikan Tendi Nuralam. Menurutnya, Kalimantan memang memiliki beberapa kegiatan budaya yang bisa menarik wisatawan secara emosional.
“Memang benar. Pendekatan emosional melalui budaya memang cukup ampuh untuk mendatangkan wisatawan perbatasan. Kementerian Pariwisata juga membaca peluang itu. Buktinya, ada beberapa event budaya yang kita dukung dan akan dihadiri wisatawan crossborder.
‘Salah satu kegiatan yang dimaksud Adella Gawai Tiang Sandong Kenyalang 2019. Event ini rencananya digelar di Lapangan Bola Dusun Tapang Sebeluh, Kecamatan Sekayam, Sanggau, Kalimantan Barat. Gawai Tiang Sandong adalah event budaya milik Suku Dayak Iban. Saat ini, Suku Dayak Iban sudah tersebar di tiga negara. Selain Indonesia, Suku Dayak Iban juga ada di Malaysia dan Malaysia.
“Gawai Tiang Sandong Kenyalang (GTSK) adalah upacara adat terbesar Suku Dayak Iban. Suku ini tersebar ke seluruh negara yang ada di Pulau Kalimantan, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Kegiatannya penuh dengan ritual. Dan saat acara nanti, kita targetkan Suku Dayak Iban yang tersebar bisa datang,” tutur Adella, didampingi Kabid Pemasaran Area III Asdep Pengembangan Pemasaran I Regional II Kemenpar Sapto Haryono.
Event budaya lain yang juga didukung Kemenpar adalah Robo-Robo. Yaitu, event budaya suku Bugis. Kegiatan ini berpusat di Mempawah, Kalimantan Barat.
Menteri Pariwisata Arief Yahya juga memberikan support kepada event-event budaya yang ada di border area.
“Kita jelas akan mendukung event yang turut melestarikan nilai-nilai budaya. Event seperti Gawai Tiang Sandong memiliki daya tarik luar biasa. Karena melibatkan Suku Dayak dari 3 negara. Ingat, budaya semakin dilestarikan, semakin menghasilkan,” katanya.